Kecelakaan di dunia balap selalu menyisakan kesedihan dan pertanyaan. Salah satu momen yang tak terlupakan bagi saya adalah ketika Marco Simoncelli kehilangan nyawanya di sirkuit Sepang, Malaysia. Kenangan itu terus membekas, membuat saya bertanya-tanya tentang apa yang bisa terjadi seandainya kondisi di hari itu berbeda. Kejadian tragis tersebut tidak hanya menyentuh hati para penggemar, tetapi juga keluarga dan teman-teman yang mencintainya.
Sejak saat itu, setiap kali menyaksikan kecelakaan di MotoGP, saya merasa tegang. Salah satu insiden yang langsung terbayang adalah ketika Marc Marquez terjatuh di Mandalika pada tahun 2022. Dia mengalami gegar otak dan masalah penglihatan yang berkepanjangan akibat kecelakaan tersebut. Kenangan-kenangan ini membuat kita semua semakin sadar akan risiko yang dihadapi para pembalap.
Tak hanya di MotoGP, insiden serupa juga terjadi di Formula 1. Saya masih ingat ketika pegas dari mobil Rubens Barrichello menghantam Felipe Massa di GP Hungaria 2009. Beruntung, Massa selamat dan berhasil pulih, meskipun banyak yang berdebat apakah insiden tersebut mengubah arah kariernya di F1.
Baru-baru ini, juara MotoGP Jorge Martin juga mengalami kecelakaan serius saat balapan di Qatar. Meskipun kecelakaan itu sangat mengerikan, beruntungnya dia dapat meninggalkan rumah sakit setelah dirawat di ICU selama seminggu. Ini mengingatkan kita akan betapa rentannya para pembalap, dan bagaimana kecelakaan dapat terjadi kapan saja.
CEO Aprilia Racing, Massimo Rivola, mengungkapkan keprihatinannya tentang keselamatan di trek yang sama digunakan oleh F1 dan MotoGP. Dia menyatakan bahwa desain trek yang lebih aman sangat dibutuhkan. “Martin terlalu jauh di Tikungan 12. Ada trotoar untuk mobil, lalu ada aspal. Jika ada rumput, itu akan menjadi slide yang lebih aman,” tuturnya. Rivola juga menambahkan bahwa dalam konteks keselamatan, F1 sering kali menentukan desain trek, yang bisa berisiko bagi pembalap motor.
Jack Miller dari Pramac Racing juga mengalami kecelakaan saat latihan GP Spanyol karena masuk ke perangkap kerikil. Insiden ini menunjukkan bahwa meskipun MotoGP dan F1 memiliki kesamaan dalam menampilkan pembalap terbaik, keduanya memiliki kebutuhan yang berbeda dalam hal desain trek dan keselamatan. Kecelakaan seperti yang dialami Martin memang jarang terjadi, namun tetap menimbulkan pertanyaan tentang apakah kompromi keselamatan yang ada sudah cukup.
Ironisnya, setelah perdebatan panjang tentang penggunaan aspal versus kerikil, Formula 1 mulai kembali menggunakan gravel trap pada tahun 2024, dimulai di trek ikonik Imola. Ini menunjukkan bahwa meskipun kebutuhan keselamatan berbeda, semua pihak di dunia balap sepakat bahwa keselamatan pembalap harus menjadi prioritas utama.
Pertanyaannya kini adalah, apakah ada solusi yang dapat diterima untuk menjembatani perbedaan antara kedua olahraga ini? Jika gravel trap bisa kembali digunakan, mungkin kita bisa menemukan titik temu yang aman bagi semua pembalap.
Dengan perkembangan teknologi dan pemahaman yang lebih baik tentang keselamatan, kita berharap bahwa insiden tragis di masa lalu tidak terulang lagi. Mari kita dukung upaya untuk menciptakan trek yang lebih aman, sehingga para pembalap dapat bersaing dengan penuh semangat tanpa mengorbankan keselamatan mereka.